BAB IPENDAHULUANA. Latar belakangKita tahu bahwa sebelum Islam turun di kota Mekkah yang dibawakan oleh Rosulullah Saw, berada dalam posisi kebodohan atau yang kita sebut masa jahiliyah. Timbul sebuah pertanyaan, mengapa mereka disebut orang jahiliyah?Jawabannya karena mereka berbuat seperti binatang, bertindak dan bertingkah laku seperti hewan yang sudah sama sekali tidak memiliki aturan atau mereka sangat tidak bermoral. Pada waktu itu, perempuan dianggap sebagai hewan rendah, pemuas nafsu bahkan kaum laki-laki akan sangat malu jika memiliki anak seorang perempuan, karena dianggap sebagai aib bagi keluarganya. Yang lebih parah adalah seorang ibu bisa saja dia kawini atau memperistri ibunya setelah ayahnya meninggal dunia.Bukan hanya itu, kepercayaan mereka pun sangat bodoh sekali, mereka menyembah berhala, binatang, bintang-bintang dan sebagainya, yang menurut akal kita itu tidaklah masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah benda atau makhluk dapat memberikan berkah, sedang mereka sendiripun tidak bisa berbuat apa-apa.Judi, minuman keras, perzinahan, peperangan dan masih banyak lagi, semua itu adalah kebiasaan orang jahiliyah.Namun kebiasaan semacam itu, lambat laun hilang seiring dengan lahirnya Rosulullah yang senantiasa mengajarkan ketauhidan dan moralias dalam kehidupan sehari-hari. Sejak saat itulah bangsa arab menjadi bangsa yang besar. Bahkan ditulis dalam sejarah, mereka bangsa arab yang menganut agama islam, menguasai 2/3 belahan bumi dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.B. Tujuan1. Mengetahui Pengertian hakekat ahklak bagi manusia2. Membina ahklak secara system matis dan terarah3. Pentingnya ahklak bagi umat beragama islam kususnya.C. Rumusam Masalah1. Apa itu moral2. Pedoman ahklak manusiaD. Metode pengumpulan DataUntuk pengumpulan data yang di kumpulkan dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode library researce atau pengumpulan data dengan mempelajari teori yang ada di buku diklat yang berkaitan dengan pokok pembahasan makalah ini juga kami menggunakan media internet.BAB IIPEMBAHASANsangat begitu indah jika hidup ini seperti apa yang diajarkan Rosulullah. Salah satunya adalah bagaimana kita berakhlak dengan baik, yaitu berakhlak sesuai dengan tuntunan Qur’an dan Sunah. Kita harus bangga sebagai umat Rosulullah, karena Rosulullah adalah kekasih Allah yang paling baik akhlaknya. Bahkan Allah pun berfirman dalam surat Al-Ahzab 33 ayat 21 yang berbunyi :ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”Rosulullahpun bersabda, “ Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan Akhak manusia”.Maka dalam pembukaan ini, ingin sekali saya mengatakan, salah satu faktor yang menyebabkan sebuah Negara ini mundur adalah karena moralitas yang dibangun tidak baik, sehingga secara otomatis menurunkan derajat manusia dihadapan Allah. Jika derajat sebuah bangsa itu sudah hancur di mata Allah, bagaimana mungkin sebuah Negara itu akan dirahmati?Mari kita bahas pada halaman berikutnya.Moralitas dalam islamA. PengertianMoral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.Moral juga dapat diartikan sebagai sikap,perilaku,tindakan,kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman,tafsiran,suara hati,serta nasihat,dll.Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.Sumber : http://wikipedia.orgB. Pengertian moral menurut IslamDalam islam, moral disebut dengan akhlak atau perangai, sedang akhlak berasal dari perkataan (al-akhlaku) yaitu kata jama’ daripada perkataan (al- khuluqu) berarti tabiat,kelakuan, perangai, tingkah laku, matuah, adat kebiasaan. Perkataan (al-khulq) ini di dalam Al- Quran hanya terdapat pada dua tempat saja, diantaranya:Qs. Al-Qalam 68 :4y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”Sementara perkataan (al-khalqu) berarti kejadian, ciptaan, dan juga bermaksud kejadian yang indah dan baik. Apabila dirujuk kepada kejadian manusia, struktur tubuh yang indah dan seimbang. Jika dirujuk kepada kejadian alam semesta, ia juga membawa arti kejadian atau ciptaan yang indah, tersusun rapi, menurut undang-undang yang tepat. Di dalam Al-Quran terdapat 52 perkataan (Al-khalqu) yang merujuk kepada kejadian manusia, alam raya dan lain-lain kejadian. Antara lain firman Allah subhaanahu wa taaala:Qs. Al-‘imran 3:190cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”Imam Ghazali RadiAllahuanhu mengatakan: akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut syarak dan akal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.Dengan demikian Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika Moral terbagi kepada dua yaitu: :a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik.b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan- peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu (Dorothy Emmet,1979) mengatakan bahwa manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama bagi membantu menilai tingkahlaku seseorang. Akhlak dalam Islam menjadi penghubung yang erat dengan fenomena keimanan seseorang Islam.Sebagaimana maksud hadits berikut :“Rasulullah telah ditanya oleh seseorang: “Siapakah orang mukmin yang paling afdhal mempunyai kelebihan imannya? Jawab baginda: Orang yang paling baik akhlaknya”.C. Prinsip-prinsip pembinaan akhlak / moralUntuk mencapai cita-cita pembinaan akhlak dan rohaniah manusia, Islamtelah menggariskan beberapa prinsip utama; antaranya lainnya ialah:a) Beriman kepada Allahb) Membenarkan risalah Muhammad SAW dan mengamalkannya serta menjadikannya uswah hasanah.c) Membenarkan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah dengan mengamalkan dan berakhlak dengan perintah dan arahan keduanya.d) Niat baik dan benar dalam melaksanakan tingkah laku yang baike) Senantiasa prihatin terhadap hukum halal haramf) Berusaha mencari ilmu yang bermanfaatg) Keadilan syarakh) Beriman dengan kebangkitan dan hari akhiratD. Sumber rujukanQs. Al-Ahzab 33 : 21ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$#tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ“ Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”Rasulullah SAW bersabda: ”sesungguhnya aku diutus untuk menyenpurnakan akhlaq.” Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa Allah mengutus nabi Muhammad SAW adalah untuk menegakkan akhlaq. Dari sini dapat ditarik sebuah pemahaman yang lebih luas bahwa Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya tidak lain adalah untuk menegakkan akhlaq atau moral manusia. Untuk memperlancar tugas suci ini Allah memberikan tuntunan melalui wahyu yang kemudian disebut dengan kitab suci. Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir dituntun dan dibantu dengan Al-Quran sebagai panduan yang dalam konteks ini adalah sebagai kitab pokok tuntunan moral, bukan karya ilmiah, bukan juga kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lain sebagainya. Bahwa ada sebagian kecil ayat yang membicarakan masalah-masalah tersebut, hanyalah prinsip-prinsip dasar yang harus dikembangkan oleh manusia sendiri yang dikaruniai akal. Pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan tersebut harus dilakukan sesuai dengan pesan moral agama yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.Adanya ayat-ayat hukum misalnya, ia dicantumkan sebagai ajaran untuk ditegakannya hukum yang pada dasarnya adalah sebagai pengawal nilai moral yang ada dalam Alqur’an. Dengan adanya aturan-aturan hukum maka manusia diharapkan dapat menegakkan keadilan yang merupakan ajaran moral yang universal. Sebagai perangkat untuk menciptakan keadilan, hukum, sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A. Hart dalam General Theory of Law and State (1965), harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral, demikian dikatakan juga oleh Jeffrie Murphy dan Jules Coelman dalam The Philosophy of Law (1984).Hukum adalah jaring terluar sebagai pengawal moral, artinya, minimal manusia menjalankan yang diperintahkan oleh hukum dan meninggalkan hal yang dilarangnya. Adapun maksimal adalah tidak terbatas, yaitu menjalankan moral-moral yang terekam dalam barisan ayat-ayat Alqur’an dan Sunnah. Oleh karena itu wajar bila ada yang mengatakan bahwa apabila masyarakat sudah bermoral maka ia tidak memerlukan hukum, karena moral lebih tinggi dari hukum. Demikian juga dalam masalah-masalah lainnya, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.Islam sebagai agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan ketuhanan maupun kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal; seperti konsep tauhid, keadilan, persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan disyariatkan adalah sebagai ajaran moral demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan relasi harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal yang profan antara manusia dengan manusia, serta dengan seluruh makhluk di muka bumi ini. Kedua relasi ini harus berjalan secara seimbang, karena kalau tidak maka manusia akan merasakan kehinaan. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran [3] ayat 112:ôMt/ÎàÑ ãNÍkön=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO wÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$#“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”Melihat fenomena sosial yang muncul dalam kehidupan sehari-hari kita, Islam seolah tidak mempunyai konsep-konsep yang indah ini. Lalu apakah konsep hanya sekedar konsep yang hanya tertulis dalam kertas? Atau apakah pada dasarnya umat Islam sudah memahami konsep tersebut, akan tetapi membiarkannya mengendap dalam alam pikirannya dan bersemayam di dalam kantongnya? Atau kita sudah memahaminya dan melaksanakannya tapi hanya sekedar sebagai sarana untuk menciptakan keshalihan spiitual individu dan tidak tertransfomasikan secara luas ke dalam kehidupan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari?E. Urgensi Transformasi Nilai MoralAkhir-akhir ini, kerusakan alam sekitar kita semakin parah. Kerusakan yang terjadi bukan hanya kerusakan lahir, akan tetapi lebih dari itu, adalah kerusakan yang lebih parah, yaitu kerusakan batin atau kerusakan moral. Kerusakan lahir misalnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti penebangan hutan secara illegal (illegal loging), penambangan yang tidak mengindahkan prosedur, dan pembuangan sampah sembarangan yang mengakibatkan kerusakan besar yang sifatnya mikro yaitu timbulnya bencana, seperti banjir, dan tanah longsor, atau yang sifatnya makro yaitu pemanasan global. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan cuaca dan iklim.Belum lagi kerusakan antar sesama anggota masyarakat yang merugikan banyak orang seperti korupsi, kolusi, suap dan lain sebagainya. Pun juga bentuk tindak kekerasan, dan tindakan amoral yang terjadi antar sesama anggota masyarakat atau bahkan sesama anggota keluarga. Hampir setiap hari kita disuguhi berita-berita tentang pembunuhan, perampokan, pergaulan bebas, pencabulan, aborsi, penggunaan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Karena terlalu sering hal ini kta dengar sampai-sampai kita terbiasa dan kita seakan menganggapnya legal dan sesuai dengan norma kesusilaan. Padahal kita hidup dalam negara yang diklaim sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar sedunia. Juga diklaim sebagai negara hukum, negara bermoral, Negara dengan masyarakatnya yang religius, beradab dan klaim-klaim indah lainnya yang apabila didengar sangat menjukkan hati.Kerusakan-kerusakan ini semua terjadi pada dasarnya berpangkal pada kerusakan moral atau akhlaq manusia. Hal ini terjadi salah satunya akibat manusia tidak menangkap pesan moral yang dibawa oleh nabinya, pesan moral yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah. Atau mereka sebenarnya menangkap pesan-pesan tersebut hanya saja menjadikannya sebagai bahan kajian, sebagai mata pelajaran dan setelah itu dibiarkan mengendap di dalam otak tanpa ditransformasikan dalam perilaku sehari-hari.Aktifitas sehari-hari yang kita kerjakan sering terjebak dalam arus kepentingan-kepentingan pragmatis yang selalu disertai dengan sikap egois. Kita mengklaim telah bermu’amalah sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Sunnah, telah melaksanakan aktifitas ekonomi sesuai dengan syari’at Islam, telah melakukan kegiatan politik sesuai dengan ajaran nabi, atau telah mengembangkan kebudayaan sesuai dengan ajaran agama.Klaim tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun sudah tentu tidak sepenuhnya benar. Saat ini harus diakui banyak terjadi kezhaliman dan penzhaliman dalam aktifitas-aktifitas tersebut. Dari aktivitas ekonomi, politik sosial, dan kebudayaan. Hal ini, sekali lagi, terjadi karena kita melupakan pesan moral yang ada dalam ajaran agama dan terjebak dalam kepentingan pragmatis kita, sehingga – misalnya – dalam kegiatan ekonomi kadangkala kita bersikap seperti kapitalis dan menzhalimi saudara kita dan kita tetap berdalih bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan syari’at Islam. Atau dalam politik, menggunakan ayat-ayat dan hadits serta simbol-simbol agama, padahal semuanya adalah untuk kepentingan pragmatis pribadi dan golongan/ kelompok saja, jauh dari moralitas Islam.Penulis berpandangan bahwa banyaknya kerusakan yang terjadi adalah bukan karena kegagalan agama dalam membangun masyarakat bermoral, melainkan kegagalan umat memahami pesan moral agama dan kegagalan mentransformasikannya dalam kehidupan sosial. Agama hanya dipahami sebagai aturan-aturan legal formal yang hanya menyediakan pahala dan dosa, ganjaran dan hukuman, surga dan neraka, yang wujudnya bersifat abstrak. Padahal, selain mengandung aturan legal formal (yang jumlahnya amat sedikit), agama mempunyai ajaran moral yang merupakan inti, sebagai perangkat untuk menciptakan masyarakat yang ideal, aman, tentram, tertib, dan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari sini juga dapat dipahami bahwa pada dasarnya syariat agama hanya untuk kebaikan dan kepentingan manusia. Tuhan sama sekali tidak mempunyai kepentingan sedikitpun akan syari’atnya, sebagaimana dikatakan “inna syari’ata mabnaha wa asasuha mashalihul ‘ibadi fi dunyaahum wa ukhraahum, bahwa sesungguhnya syariat itu dibangun dengan asas dan landasan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhiat.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanSebagaimana Rosulullah telah bersabda, bahwa “Orang yang baik imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya”. Pernyataan ini harus menjadi acuan, bahwa moralitas itu adalah salah satu syarat mutlak dalam beragama. Bagaiamana mungkin dia dikatakan telah beragama, namun dalam kehidupan sehari-hari dia tidak menunjukan akhlak yang baik. Jika kita seorang yang mengaku beragama islam, berarti sumber rujukan dari akhlak kita adalah Alqur’an dan Assunah. Amalkan keduanya, maka insyaAllah secara otomatis dia akan menjadikan dirinya berakhlak mulia. Jauhi pergaulan bebas dan hindari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat serta jadikanlah diri kita sibuk dengan hal-hal positif. Tidak terjebak dengan kemewahan dunia, karena ada yang lebih diutamakan, yaitu kehidupan akhirat.DAFTAR PUSTAKAAjat Sudrajat dkk, 2008, Din Al-islam, Yogyakarta, UNY Press Yogyakarta.http://nusantaranews.wordpress.com
Jumat, 02 Mei 2014
moralitas hadist
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar